Selepas Pergi, Aku Mencintaimu


#Tak berjudul

Berilah judul sesuai apa yang pembaca inginkan..🥰🥰🥰


Seperti yang sudah Aku katakan beberapa waktu lalu bahwa ini akan menjadi yang terakhir tapi, lagi-lagi Aku ingkar atas Janjiku beberapa Tahun silam. Aku adalah Ladang dari segala kepiluan Aku tak ingin dianggap seseorang yang sedang berada dalam Vase Bucinisasi walau pada hakikatnya memang Shahih Mumtazah, seorang kawan berkata, "melupakan tidak akan sepenuhnya membuatmu menghilangkan segala bayang kelam yang kau pendam" Mendengar Petuahnya aku selalu saja dibuat bungkam. Tanpa memberikan pertanyaan secepat kilat ia menyambung Petuah yang ternyata belum menjadi amanat sempurna "coba saja ikhlaskan, mungkin akan tiada dengan sendirinya" lagi-lagi aku hanya diam.


 Benarkah Aku berdusta? Tidak bukan berdusta tepatnya aku sedang berjuang, kenapa aku kata berjuang karena ini membutuhkan kelapangan Hati dan Jiwa untuk mengikhlaskan seperti yang Kawanku katakan. Semua orang bisa berkata tanpa ia pernah merasa bagaimana rasanya. Duh Ya Rabb masalah Perasaan pasti selalu dinomersatukan dari segala Problema yang terjadi dalam hidup. Mengapa tidak? Karena Ketika Pedih melanda maka segala pekerjaan enggan untuk dilakukan, ingin selalu diam saja.


 Entahlah apapun yang terjadi seperti tak penting. Begitulah Aku, lemah, memble Mental tempe seperti yang sering kawanku katakan pula yayaya biarlah. Aku sering tak peduli apapun ucapnya kadang saja ia membentakku jika aku kembali mengingkari janji itu. "Ka...u..ini, Ya Allah Sudahlah Kau tak akan Bahagia pula setelah ini, Jeritmu tak ada untungnya bagi mereka deraimu tak akan menjadi sumber mata air yang bisa menghapus dahaga, Ku Mohon berhentilah! Kau bukan Anak TK yang harus selalu aku ajari bagaimana cara tersenyum, Kia" jika setelah itu Aku tetap saja maka tanpa babibu ia pasti enyah dari hadapanku. Tanpa menoleh pula dan setelahnya tak akan ada pembicaraan berarti di antara kami. 


Satu minggu lalu...


Lama sekali ia mematung di dekat jendela, Menikmati Hembusan angin sore yang akan membawa senja pada peraduannya. Matanya menelisik ke segala penjuru arah, apapun keadaannya ia tak akan tampak gelisah, resah, gundah, Pasrah, marah dan entahlah tak dapat ku tangkap Ekspresi nyata dari raut wajahnya. Aku bukan pula Romy Rafael sang magister yang dapat menebak apa isi dalam hatinya. Yang ku tau ia selalu ceria walau seringkali Aku dibentaknya😭. Tapi tak apa Aku tak akan pernah marah. Aku tau setiap tindakannya pastilah karena ia peduli Baiklah. (Satu hembusan nafas)


Tak sengaja matanya menangkap Keberadaanku yang sedari tadi memperhatikan lakonnya. "Kemari! Kia cepat!" Memang tak pernah ada pelannya Yah. Aku seperti anak bebek mau saja kemanapun diperintah. Aku mau karena Ia Baik Sang Pemilik Kepedulian Semi Tinggi. Yayaya Aku tertawa dalam hati karena tidak tahu apa yang akan terjadi setelah ini. "Kia, kau harus berjanji padaku!" 🙄 aih maksudnya? Gerutuku dalam hati tapi ku coba saja untuk tidak memperlihatkan padanya. "Ia BERJANJI.. paham kan?" " untuk apa?" " untuk menjadi kuat, sekuat Bumi memangku langit"🙄 semakin tak jelas kemana arah pembicaraan di antara kami, ia penuh teka-teki miring bukan silang. "Maksudmu? Katakan cepat! kau tau seorang Sanguinis tak suka berbelit-belit you know?" "Aku pulang besok" "lah kan memang selalu begitu, Anehhh" "Aku tidak sedang ingin bergurau" "Aku juga, Serius"  Pasti selalu saja terjeda saat ia ingin menyampaikan sesuatu satu dua tiga menit berlalu dan betisku sudah berbuah Durian..

"Aku pulang ke Rumah" "Lah, Tunggu satu minggu lagi, Tesismu sudah di sidang bukan? Aku ikut.." Candaku karena aku belum tahu sebetulnya Maksud dari keinginan pulangnya."tidak bisa"  "Aku bayar sendiri ongkosku, tenang saja" masih sempat saja aku menccolinya dengan gurauan. "Aku tak akan pernah kembali lagi ke sini" pandangannya ia jatuhkan tepat di bawah pohon Kelengkeng tempat kami seringkali duduk santai sehabis pulang Kuliah, mengerjakan tugas yang mayoritas ia yang mengerjakannya sendiri tanpa keluh kesah dan membiarkan aku tertidur atau makan snack di hadapannya, memetik gitar tua pemberian Mbah Septo Saudara Kakeknya di Papua sana dan masih banyak lainnya.

"Hahahah kau ini sore-sore seperti ini main sepeda saja, yukkkkk" ku tarik lengannya belum sempat ia ku seret kembali ia membentakku."KIA....tolonglah, Aku sedang tidak ingin bergurau, Aku akan pulang lusa, mungkin tidak akan kembali percaya ku ulangi padamu aku sedang tidak ingin bergurau..." Aku diam tak bersuara nafasku tersendat tiba-tiba. Aku seperti orang begok memandanginya mencari penjelasan pasti yang langsung ia jawab."Aku akan menikah." Matanya tak lagi menatapku. Perasaanku tercekal di tenggorokan aku bisu dan tuli mendengar Penuturannya.


Aku kini sendiri, tak ada Ia kawanku yang akan membentakku jika aku sedang seperti ini, Aku sendiri Kembali menderaikan Bulir-bulir air di mata seperti biasa yang sering ku lakukan saat masih ia di sini. Satu minggu lalu, ini perihal lain. Tangisku bukan karena si dia yang beberapa tahun lalu, lama sudah pernah menoreh luka sembilu di kalbuku. Bukan tapi karena kepergianmu satu minggu lalu, Maafkan aku sudah mengingkari pintamu untuk tidak menangis, ku sebut ini Pintamu bukan Janjiku untuk tidak menangis, Kau yang meminta bukan aku yang sengaja berjanji atau bahkan bersumpah di hadapanmu. Tangisku Perihal engkau Kawanku yang tau-tau setelah kau pergi AKU MENCINTAIMU....😢😥

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Karyaku

Profil

Materi